A. Pengertian Masyarakat Etis
a. Masyarakat
Kata masyarakat berasal dari bahasa Arab yaitu “musyarak”. Masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Menurut Syaikh Taqyuddin An-Nabhani, sekelompok manusia dapat dikatakan sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan, serta sistem dan aturan yang sama. Dengan kesamaan-kesamaan tersebut, manusia kemudian berinteraksi sesama mereka berdasarkan kemaslahatan.
b. Etis
Pengertian etis adalah hal-hal yang berhubungan (sesuai) dengan etika. Sesuai yang dimaksudkan adalah dengan memperhatikan asas perilaku yg disepakati secara umum.
c. Etika
Kata etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti adat istiadat atau kebiasaan yang baik. Sehingga dapat dikatakan, etika adalah studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya Etika disebut juga filsafat moral adalah cabang filsafat yang berbicara tentang praksis (tindakan) manusia. Tindakan manusia ini ditentukan oleh bermacam-macam norma seperti norma hukum, norma agama, norma moral dan norma sopan santun.
d. Moral
Kata moral berasal dari bahasa latin, kata sifat dari “mos” yang berarti kebiasaan. Moral adalah ajaran kesusilaan atau tindakan yang mempunyai nilai positif. Moral juga dapat diartikan sebagai sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman, tafsiran, suara hati, serta nasihat.
e. Akhlak
Kata etika berasal dari bahasa Arab, jamak dari “khuluqun” yang berarti budi pekerti. Akhlak mengandung segi-segi penyesuaian dengan khalqun (ciptaan) serta erat hubungannya dengan khaliq dan makhluq. Menurut Ibnu Miskawaih, akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan fikiran terlebih dahulu. Al-Ghazali menyebutkan bahwa akhlak adalah suatu sifat yang tertanam darinya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pertimbangan fikiran.
f. Masyarakat Etis
Dari pengertian-pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa masyarakat etis adalah sekelompok manusia yang memiliki pemikiran, perasaan, serta sistem, aturan, dan kesepakatan yang sama dengan ditentukan oleh bermacam-macam norma manusia untuk membudayakan tindakan-tindakan yang mempunyai nilai positif demi kemaslahatan bersama.
---oOo---
B. Karakteristik dan Faktor-faktor Masyarakat Etis
1. Karakteristik Akhlak
Terdapat tujuh karakter etika/moral/akhlak Islam, menurut Qardhawy.
a. Moral yang Beralasan dan Dapat Dipahami
Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah argumentatif dan logis yang dapat dipertanggungjawabkan dan dapat diterima oleh akal yang lurus dan naluri yang sehat, dengan menjelaskan mashlahat (kebaikan) dibalik apa yang dilarangnya, seperti yang dijelaskan dalam Q.S. Al-Ankabut: 45.
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
b. Moral Universal
Moral dalam Islam berdasarkan karakter manusiawi yang universal, yaitu larangan bagi suatu ras manusia berlaku juga bagi ras lain, bahkan umat Islam dan umat-umat yang lain adalah sama dihadapan moral Islam yang universal, dan bebas dari segala tendensi rasisme kebangsaan, kesukuan maupun golongan, seperti pada Q.S. Al-Maidah: 8.
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
c. Kesesuaian dengan Fitrah
Islam datang membawa apa yang sesuai dengan fitrah manusia serta menyempurnakannya. Islam dengan segala yang diperbolehkannya demi menjaga tabiat manusiawi telah meletakkan konsep aturan dan batasan-batasan yang netral atau moderat, sikap-sikap berlebihan dan ekstrim akan menjurus kepada perangai binatang yang tercela.
d. Memperhatikan Realita
Moral Islam merupakan akhlak realistik. Al-Quran tidak membebankan kepada manusia suatu kewajiban untuk mencintai musuh-musuhnya, karena hal ini merupakan suatu hal yang tidak dimiliki jiwa manusia. Akan tetapi Al-Quran memerintahkan kepada orang-orang mukmin untuk berlaku adil terhadap musuh sekalipun, agar rasa pemusuhan dan kebencian tidak mendorong untuk melakukan pelanggaran atau kemaksiatan.
e. Moral Positif
Moral Islam menganjurkan untuk menggalang kekuatan, perjuangan dan meneruskan amal usaha dengan penuh keyakinan dan cita-cita, melawan sikap ketidakberdayaan dan pesimis (keputusasaannya), malas serta segala bentuk penyebab kelemahan. Islam menolak sifat pasif dan apatis dalam menghadapi kerusakan social dan politik, dekadensi moral dan agama, bahkan Islam memerintahkan kepada muslim untuk mengubah suatu kemungkaran dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya, jika tidak mampu maka dengan hatinya.
f. Komperehensivitas
Etika Islam tidak membiarkan kegiatan manusia hanya dalam ibadah saja. Islam telah menggambarkan sebuah konsep moral dengan ibadah yang tertentu, bahkan menggariskan hubungan manusia dengan alam secara global maupun detail dan untuk itu moral Islam meletakkan apa yang dikehendaki manusia dari adab susila yang tinggi dan ajaran yang luhur.
g. Tazawun
Tazawun berarti keseimbangan, menggabungkan sesuatu dengan penuh keserasian dan keharmonisan, tanpa sikap berlebihan maupun pengurangan. Contoh tazawun adalah keseimbangan tubuh dan roh. Contoh lain adalah sikap seimbang untuk dunia dan akhirat. Seperti tertulis dalam Q.S. Al-Baqarah: 201.
“Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”
2. Faktor-faktor Masyarakat Etis
Masyarakat tentu terdiri dari individu-individu. Berikut penjelasan mengenai Faktor-faktor pembentuk akhlak baik dari individu hingga masyarakat.
Manusia memiliki kelakuan dan sifat yang berbeda, karena dipengaruhi dua faktor utama yaitu faktor internal dan eksternal.
a. Naluri (Insting)
Naluri atau insting, dalam bahasa Arab disebut juga gazirah atau fithrah, merupakan tabiat yang dibawa manusia sejak lahir, jadi merupakan suatu pembawaan asli yang dimiliki setiap manusia. Naluri juga dapat didefinisikan sebagai sifat yang dapat menumbulkan perbuatan yang menyampaikan pada tujuan dengan terpikir lebih dahulu kea rah tujuan itu tanpa didahului latihan perbuatan itu.
Para ahli psikologi menerangkan berbagai naluri (insting) yang ada pada manusia yang menjadi pendorong tingkah lakunya, diantaranya:
· Naluri makan (nutritive instinct)
· Naluri berjodoh (sexual instinct)
· Naluri keibu-bapakan (paternal instinct)
· Naluri berjuang (combative instinct)
· Naluri ber-Tuhan
Masih ada banyak lagi naluri (insting) lainnya. Naluri laksana pedang bermata dua, dapat merusak diri sendiri dan dapat juga mendatangkan manfaat yang sebesar-besarnya. Hal ini tergantung pada cara penyalurannya.
b. Keturunan (Gen)
Salah satu faktor yang dipelajari dalam etika ialah masalah keturunan manusia. Hal ini juga dapat dilihat pada makhluk lain seperti tumbuhan dan hewan. Manusia mendapatkan warisan fisik dan mental, mulai dari sifat-sifat umum sampai kepada sifat-sifat khusus yang dapat dikemukakan sebagai berikut.
· Manusia membawa sifat-sifat pokok atau keistimewaan dari satu keturunan, misalnya bentuk badan, perasaan, akal, dan pemikiran.
· Sifat-sifat umum yang diwariskan kepada rumpun, suku atau bangsa. Seperti dalam Q.S. Al-Hujurat: 13.
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
· Warisan khas dari orangtua yaitu menurunkan karakter kepada anak dan keturunannya di kemudian hari.
c. ‘Azam
‘Azam adalah adalah kemauan keras, salah satu kekuatan yang berlindung di balik tingkah laku manusia. Sesungguhnya kehidupan para Rasul dan Nabi yang tahan uji itu dihayati dari kekuatan ‘azam. Sperti pada Q.S. Al-‘Ahqaf: 35.
“Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka. Pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (Inilah) suatu pelajaran yang cukup, maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik.”
d. Suara Batin (Dlamir)
Dalam diri manusia terdapat suatu kekuatan yang sewaktu-waktu memberikan peringatan (isyarat) jika tingkah laku manusia berada di ambang bahaya dan keburukan. Kekuatan tersebut adalah suara batin, atau dalam bahasa aram disebut dlamir. Selain memberikan isyarat keburukan, juga member kekuatan untuk melakukan perbuatan baik.
e. Kebiasaan
Yang dimaksud kebiasaan adalah perbuatan yang selalu diulang-ulang sehingga menjadi mudah dikerjakan. Segala pekerjaan jika dilakukan secara berulang-ulang dengan penuh kegemaran akhirnya menjadi kebiasaan, karena telah berakar kuat pada dirinya. Begitu kuatnya hingga manakala akan diubah, timbullah reaksi yang keras dalam pribadi itu sendiri.
Untuk membangun kebiasaan yang baik, dalam pribadi kita diperlukan latihan terus menerus, dan tentu saja kesabaran. Sebagai ketentuan dan kebiasaan adalah:
· Memudahkan perbuatan manusia/orang lain
· Menghemat waktu
f. Lingkungan
Salah satu faktor penentu sikap adalah lingkungan atau disebut milieu. Milieu adalah suatu yang melingkupi suatu tubuh yang hidup. Dalam hal ini lingkungan dibagi menjadi dua bagian yaitu
· Lingkungan alam
· Lingkungan pergaulan
---oOo---
C. Upaya Membangun Masyarakat Etis
Untuk membangun masyarakat etis kita memerlukan kesadaran dari diri sendiri dahulu. Kita dapat mencontoh akhlak Rasulullah yang dijelaskan dalam Al-Quran sebagai berikut.
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Q.S Al-Qalam: 4)
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (Q.S At-Tawbah: 128)
Melihat kondisi masyarakat yang sekarang ini kurang berakhlak, maka yang harus kita lakukan sekarang adalah, seperti yang tertera dalam Q.S. Al-Baqarah 160, kita harus bertobat dan mengadakan perbaikan.
“Kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”
Upaya perbaikan untuk mengubah kebiasaan buruk, adalah sebagai berikut.
· Menyadari kebiasaan yang buruk, bertekad untuk meninggalkannya.
· Niat yang sungguh-sungguh tanpa keragu-raguan sedikitpun untuk mengubah kebiasaan itu. Niat itu perlu disertai ‘azam pula.
· Dalam melaksanakan niat hendaklah setia, sesuai dengan yang diniatkan, yakni tidak bergeser dari pendirian dan niat semula, sekalipun menemukan kesukaran.
· Mencari waktu yang baik untuk mengubah kebiasaan itu untuk mewujudkan niat atau tekad semula.
· Segera mengisi kekosongan dengan kebaikan setelah kebiasaan jelek itu digeser. Waktu jangan dibiarkan lowong begitu saja, karena hal itu dapat mengundang kejelekan orang lain.
· Menghindarkan diri dari segala yang dapat menyebabkan kebiasaan buruk itu terulang
· Berusaha untuk tetap berada dalam keadaan yang baik
· Menghindarkan diri dari kebiasaan yang buruk dan meninggalkannya, sekaligus mempersiapkan acara kebaikan sebagai penggantinya.
· Memilih teman bergaul yang baik, sebab pengaruh kawan itu besar sekali terhadap pembentukan watak pribadi
· Menjaga dan memelihara baik-baik kekuatan penolak dalam jiwa, yaitu kekuatan penolak terhadap perbuatan yang buruk. Perbuatan baik dipelihara dengan istiqamah, ikhlas dan tenang.
---oOo---
D. Kesimpulan
Secara substansial, akhlak, etika dan moral adalah sama yaitu ajaran tentang baik dan buruk berkaitan dengan sikap hidup manusia. Yang membedakan satu dengan yang lainnya adalah sumber kebenarannya. Etika bersumber dari akal karena ia merupakan bagian dari filsafat. Moral bersumber dari adat istiadat yang berlaku di masyarakat. Sedangkan akhlak bersumber langsung dari Al-Quran dan Sunnah. Etika lebih bersifat teoritis, dan umum. Moral lebih bersifat praktis dan khusus. Dan akhlak lebih bersifat universal dan kompeherensif, mencakup aspek lahir dan batin.
Sehingga yang harus dilakukan untuk membangun masyarakat etis tidak cukup dengan perbaikan etika dan moral. Lebih lanjut lagi, upaya membangun masyarakat etis adalah mulai bertobat dan melakukan perbaikan, termasuk perbaikan akhlak yang dimulai dari diri sendiri.
---oOo---
Daftar Rujukan
Al-Quran al-Karim
Al-Ghazali. Ihya’ Ulumiddin (Bahaya Lisan). Jakarta. Pustaka Amani. 1991
Arifin dan Yunus. Terjamah Sunan An Nasa’iy Jilid V. Semarang. Penerbit CV. Asy Syifa’. 1993.
Qardhawy, Yusuf, Pengantar Kajian Islam Studi Analistik Komprehensif tentang Pilar-pilar Substansial, Karakteristik, Tujuan dan Sumber Acuan Islam. Jakarta. Pustaka al-Kautsar. 1997
Tim Dosen PAI. Buku Daras Pendidikan Agama Islam di Universitas Brawijaya. Malang. Penerbit PPA UB. 2006
Wales, Jimmy. www.wikipedia.com. 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar