Senin, 11 Oktober 2010

Joglo Corinthian



Dari: Tugas Sejarah dan Teori Arsitektur 1

            Apa jadinya bila kita langsung menelan mentah-mentah makanan yang tidak jelas asal-usulnya, cara pembuatannya, maupun bahan-bahannya, dari orang asing yang tidak kita “kenal”? Padahal bisa saja, makanan yang kita makan adalah makanan yang tidak sehat, bahkan merupakan racun bagi tubuh kita? Sama halnya jika kita menerapkan teori arsitektur yang kita belum tahu, apakah teori-teori tersebut cocok bagi lingkungan sekitar kita khususnya di Indonesia? Dalam hal ini adalah teori arsitektur Vitruvius, yang merupakan Tugas Tidak Wajib dari Bapak Galih Widjil Pangarsa.

             Pada foto di atas, dengan editan Photoshop saya mencantumkan gambar Joglo dengan kolom Corinthian yang biasa dipakai orang Yunani untuk membangun bangunan mereka, saya namakan Joglo Corinthian. Benar-benar terlihat aneh saat melihat joglo dan kolom Corinthian disatukan secara mentah-mentah seperti itu. Dari sini saja kita sudah tahu, sebenarnya teori-teori Vitruvius ternyata kurang cocok bagi arsitektur di Indonesia.
            Teori utama Vitruvius yang sudah banyak kita tahu dan dianut oleh seluruh akademisi dunia arsitektur adalah Utilitas (keperluan, fungsi), Firmitass (kekuatan, konstruksi), dan Venustas (keindahan). Yang dipelajari adalah: Bagaimanakah agar bangunan terlihat indah; Bagaimanakah membuat bangunan yang kokoh; dan Bagaimanakah bangunan yang mampu memberikan kenyamanan bagi penghuninya. Dari situlah tanpa disadari, secara tidak langsung kita juga mempelajari: Bagaimana membangun bangunan yang egois dan persetan dengan bangunan yang lain
            Dapat Anda lihat pada foto editan saya diatas, tak menafikan lagi bahwa fenomena pamer keegoisan mulai terjadi bahkan kalau kita mau mengamati dan memahami, sekarang sudah banyak terjadi dimana-mana. Tak peduli lagi pada kesusahan orang dan lingkungan sekitar, adalah budaya mengerikan yang sedang disebarluaskan hingga saat ini oleh seluruh umat manusia lewat teori Vitruvius.
            Sehingga sudah tidak ada alasan lagi untuk melestarikan budaya yang tidak cocok bagi Indonesia. Budaya kita jauh lebih baik dari itu. Budaya semangat kekeluargaan dan gotong-royong, yang dapat terlihat pula pada bangunan-bangunan warisan budaya Indonesia.
            Setelah saya membaca beberapa edisi buku Vitruvius, dan berdiskusi bersama teman-teman sekelas, dengan waktu yang menurut saya masih kurang untuk penjabaran ini, saya bisa mengambil beberapa kesimpulan tentang Vituvius.
            Vitruvius merupakan sosok di bidang arsitektur yang cerdas dan jenius. Wawasannya sangat luas untuk modal berarsitekturnya, bahkan ia memasukkan unsur astronomi/perbintangan sebagai bagian dari pertimbangan berarsitektur. Sehingga tidak heran jika ia dianggap sebagai dewanya dunia arsitektur, dan menjadi acuan wajib bagi pendidikan global arsitektur.
            Namun terdapat hal-hal yang tidak dimiliki oleh Vitruvius mengenai “ruang” yang sempat ditekankan oleh Pak Galih. Bangunan sebenarnya memiliki ruang luar yang sangat mempengaruhi sekitar, terutama penampilan/fasad dari banyak sudut pandang. Selain itu, Vitruvius hanya mengetahui teori ruang dari 1 dimensi ke 3 dimensi saja. Namun ia seakan-akan tidak tahu bahwa bangunan sendiri memiliki ruang keempat yaitu waktu. Ia hanya bisa membuat karya arsitektural dalam masa tertentu saja, bukan untuk jangka panjang ke masa depan. Dan inilah yang dianut pula oleh arsitek-arsitek di dunia yang tidak mau tahu.
            Semoga setelah mempelajari ini, kita sebagai akademisi arsitektur tidak terjebak dalam hal-hal yang sebenarnya terlalu dipaksakan untuk dianut bagi Indonesia (seperti Joglo Corinthian), lebih toleransi kepada lingkungan terutama rakyat miskin, dan menjadi rakyat Indonesia yang berjiwa Indonesia.

 Sumber Bacaan dan Gambar:
The Project Gutenberg EBook of Ten Books on Architecture, by Vitruvius
Ariya Web Developer

Afif Zakariya seorang mahasiswa arsitektur yang memiliki hobi travelling, membaca, berenang, dan menulis blog. Dia bercita-cita untuk menguasai dunia.

1 komentar:

  1. keren fif pemikiranmu......
    arsitektur sekarang lebih ke look at me....g look at us....
    semoga kita g seperti itu....
    aminn...
    seperti katanay pak galih juga,,,,lebih bagusnya lg kalo kita landasi ilmu yg kita dapatin dgn alQur'anul karim agar ilmu yg kita dapatin tidak d salah gunakn....karena sesungguhnya smwa ilmu bersumber dari-Nya..
    thankz...n afwan...

    BalasHapus